Raksasa pemasok suku cadang otomotif global, First Brands Group, baru-baru ini mengajukan perlindungan kebangkrutan Chapter 11 di Pengadilan Kepailitan AS untuk Distrik Selatan Texas. Langkah dramatis ini dilakukan untuk menstabilkan operasi bisnisnya di tengah beban utang yang masif, yang dikabarkan mencapai lebih dari $10 miliar dalam total kewajiban. Kabar mengenai Kebangkrutan First Brands Group seketika mengirimkan gelombang kekhawatiran ke seluruh pasar suku cadang aftermarket, meskipun perusahaan menegaskan bahwa operasi global dan pasokan kepada pelanggan internasional akan terus berjalan tanpa gangguan selama proses restrukturisasi.
First Brands Group, yang dikenal dengan portofolio merek suku cadang ikonik seperti FRAM (filter), Raybestos (rem), dan TRICO (penyeka kaca), telah tumbuh pesat melalui serangkaian akuisisi yang didanai utang. Sayangnya, strategi ekspansi yang agresif ini, ditambah dengan beban bunga tahunan yang mencekik dan gejolak biaya akibat tarif impor, membuat struktur modal perusahaan menjadi sangat rentan. Keruntuhan finansial ini, bersamaan dengan kebangkrutan pemasok kredit mobil lainnya, menimbulkan kekhawatiran yang lebih luas di pasar utang korporasi dan menggarisbawahi tekanan berat pada sektor otomotif.
Memahami Paparan Pembuat Mobil (OEM)
Meskipun sebagian besar pendapatan First Brands (sekitar 82%) berasal dari pasar aftermarket (suku cadang pengganti), perusahaan ini juga memiliki paparan langsung terhadap pabrikan kendaraan Original Equipment Manufacturers (OEM) untuk produk-produk tertentu. Oleh karena itu, berita Kebangkrutan First Brands Group membawa perhatian langsung ke ruang rapat para pembuat mobil, meskipun dampaknya tidak diprediksi akan menyebar luas seperti kebangkrutan pemasok Tier 1 yang fokus pada perakitan utama.
Dalam rantai pasokan, kebangkrutan pemasok selalu menciptakan risiko. Bahkan untuk produk aftermarket, masalah likuiditas yang parah di First Brands dapat menyebabkan gangguan produksi atau penundaan pengiriman. Dalam skenario terburuk, jika restrukturisasi tidak berjalan mulus dan operasional terhambat, pembuat mobil mungkin harus bergegas mencari sumber suku cadang alternatif, sebuah proses yang memakan waktu dan mahal. Risiko ini terutama mengancam model kendaraan yang masih menggunakan komponen langsung dari First Brands. Langkah cepat perusahaan untuk mengamankan pendanaan Debtor-in-Possession (DIP) senilai $1,1 miliar adalah upaya krusial untuk mencegah gangguan pasokan yang meluas, baik untuk pasar aftermarket maupun segmen OEM.
Beban Utang dan Skandal Keuangan
Penyebab utama dari Kebangkrutan First Brands Group adalah beban utang yang tidak berkelanjutan, yang mencapai sekitar $6 miliar dari pinjaman konvensional, ditambah dengan miliaran dolar dalam bentuk fasilitas pendanaan off-balance-sheet yang dikaitkan dengan piutang dan inventaris. Pinjaman utang yang besar ini membuat perusahaan menanggung beban bunga tahunan lebih dari $900 juta.
Situasi ini diperburuk ketika upaya untuk membiayai kembali utang perusahaan gagal. Para kreditur menuntut informasi lebih lanjut mengenai keuangan perusahaan, terutama mengenai penggunaan skema pendanaan off-balance-sheet yang dikenal sebagai factoring atau pembiayaan rantai pasokan. Pengajuan kebangkrutan mengungkapkan bahwa kewajiban dari pembiayaan rantai pasokan saja mencapai lebih dari $800 juta.
Saat ini, sebuah komite khusus dewan direksi telah dibentuk untuk menyelidiki dugaan penyimpangan keuangan, termasuk kemungkinan piutang telah didanai berulang kali (double financing) dan bercampurnya jaminan inventaris. Penyelidikan ini menunjukkan tingkat kekacauan finansial internal yang menjadi katalisator bagi keruntuhan mendadak ini.
Apa Arti Kebangkrutan First Brands Group bagi Konsumen?
Bagi konsumen, terutama pemilik kendaraan di Amerika Utara yang sering menggunakan merek-merek First Brands, berita ini mungkin menimbulkan pertanyaan tentang ketersediaan dan harga suku cadang. Namun, dengan pengamanan dana DIP yang besar, kelangsungan operasi pabrik dan distribusi di seluruh dunia diharapkan tetap terjaga. Merek-merek populer seperti FRAM dan TRICO kemungkinan besar akan terus terlihat di rak-rak pengecer besar seperti Walmart dan O’Reilly Auto Parts.
Tujuan utama dari restrukturisasi Chapter 11 adalah untuk menjual atau merekapitalisasi perusahaan secara keseluruhan, memastikan aset dan merek-merek utamanya tetap beroperasi. Proses ini sering kali melibatkan pemotongan utang dan penjualan aset untuk memungkinkan entitas yang lebih ramping dan sehat secara finansial untuk muncul. Dalam jangka panjang, kebangkrutan ini dapat dilihat sebagai penataan ulang yang diperlukan untuk memperbaiki model bisnis First Brands yang terlalu bergantung pada utang.
Kesimpulannya, Kebangkrutan First Brands Group merupakan pengingat nyata akan kerapuhan rantai pasokan di sektor otomotif dan risiko dari strategi pertumbuhan yang didorong utang. Walaupun sebagian besar dampak langsung dirasakan oleh investor dan kreditor—termasuk dana hedge fund yang terekspos ratusan juta dolar—industri otomotif global akan memantau ketat proses ini untuk memastikan stabilitas pasokan suku cadang aftermarket yang sangat penting.
Baca juga:
- Stellantis Investasi 10 Miliar Dolar AS untuk Turnaround di Amerika
- Bahaya Suku Cadang Palsu: Ancaman Nyata Bagi Konsumen dan Bengkel
- Ancaman Tarif Truk 25% yang Melumpuhkan
Informasi ini dipersembahkan oleh Paus Empire

